Selasa, 29 November 2011

Malaysia, I'm coming

I guess there's no doubt for my future. As like as my wish, I wish that Malaysia is going to be the next place for me to spend my 3 years college.
No doubt for these colleges!

Sunway College


IIUM (International Islamic University Malaysia)



UNIMAS (Universiti Malaysia Sarawak)



MONASH University


Dear God, please take me one of these colleges for my next 3 years. Amien!

Minggu, 13 November 2011

Rabu, 09 November 2011

Buku ini, tentang kita dulu

Berjarak tidak lebih dari sebulan aku menuliskan tentang perpisahan kita di kompos cerita ini
Ketika aku mulai terbangun dan tertidur oleh kenangan yang dulu kita buat.

1 tahun 28 hari, hanya selama itu kita mampu bersama-sama,
kita bermimpi mendirikan tembok setinggi langit, kita mengisi hari-hari
satu sama lain
, ada yang terbatasi dan ada yang terbebaskan.
Mungkin kita terlalu berpikir panjang, berharap terlalu besar,
dan kita takabur karena terlalu yakin
setiap manusia sulit memisahkan kita.
Mungkin Tuhan marah, atau memang jalan-Nya..

24 September 2010, kumulai rangkai buku dengan
kertas-kertas yang masih putih bersih.
Buku itu terpikirkan oleh aku, untukmu.
Kita berdua tulis isi cerita buku itu,
dari sakitnya dibohongi, sakitnya dikhianati,
dari senangnya kebersamaan, senangnya kejutan.
Kamu dengan segala hal yang telak aku simpan dalam kamarku dan pelajaran.
Aku dengan segala hal yang tak pernah kuberikan pada siapapun dan kenangan.

Lalu semakin banyak tulisan tentang tawa dan canda kita.
Kamu dan aku yang setiap Jum'at malam menyusun rencana
agar akhir minggu kita bisa ikuti arah angin,
dan tiket-tiket si gedung yang memutarkan kaset film.
Satu persatu tempat mengenyangkan perut kita kunjungi,
dan pakaian yang kita kenakan, sering kali berwarna sama.
Tanpa disengaja.

Memang, sempat satu kali terlintas di otakku,
bahwa suatu hari ini akan berakhir.
Tapi, entah mengapa aku tak pernah mau berdoa itu akan terjadi.

Menyedihkan, mengingat hari terakhir kita menghabiskan waktu bersama.
Aku hanya tidak terpikirkan disitu aku bersamamu terakhir kali..
Terlintaskah di otakmu?

Kenyataannya, kebahagiaan benar-benar tidak menjamin kita
untuk setia pada kejujuran, pengorbanan juga ternyata
tidak menjamin dapat merubah siapapun.
Mungkin sia-sia semua yang kita lewati. Ah, tapi tidak juga..
Buktinya, aku masih sering tertawa geli dan meneteskan air mata mengingatnya.

Mungkin benar penyataanku, bahwa
kamu dan aku takabur akan selamanya, kamu dan akulah
yang salah karena terlalu menikmati anugerah Tuhan
.
Dia pisahkan kamu dengan aku, demikian karena memang
tidak ada yang berjalan selamanya.
Mungkin, ini juga termasuk anugerah-Nya ketika mata dan hati mulai terbuka.
Kita akhirnya sadar, bukan?

Ia catatkan, "ini harus berakhir.."
Dia berikan masalah, Dia tunjukkan kesalahan
Kita bersatu dulu, untuk belajar dan mengerti bukan mengejar dan bermimpi,
untuk lebih baik dan bahagia bukan terbaik dan lupa diri
.
Itu anugerah yang menyakitkan, dan itu pengkhianatan yang menyenangkan.

Buku besar berwarna hitam yang kini di tanganmu itu,
adalah pembukaan dengan "Pada suatu waktu.."
dan kuakhiri dengan
"Selesai.. Terima kasih untuk petualangan kita."

Jumat, 04 November 2011

Kamu, Iya Kamu

Ketika aku berniat menjatuhkan diri ke lubang dimana aku selalu terjerembab,
kamu mengulurkan tangan, dan menarikku.
Menawarkan diri untuk menemani dan mengajak untuk berpura-pura buta.

Ketika aku ingin mengurai dan berpikir, aku baru ingat
bahwa otakku disimpan olehmu di dalam dasar hati.
Aku membasuh, mengganti pakaian, bersiap dan berangkat.

Rasa malu maupun pilu hilang perlahan, dengan alasan, kamu membantu
dengan melewati rimbun pohon, ramai dedaunan, kamu memapahku, memberi suatu mimpi.
Bisakah kamu melihatnya? Atau hanya aku saja yang melihat tanpa menoleh?

Kamu menemaniku, di setiap bangun tidurku dan rasa mengantukku.
Di setiap rasa bersyukurku dan rasa laparku.
Di setiap rasa tenangku maupun gelisahku.
Kamu membuka setiap aku ingin memulai hariku, dan menutup lebih dahulu
sebelum aku menyelesaikan hariku. Hampir tengah malam,
namun tepat sebelum hari esok, biasanya.

Ketika aku sadar kalau kamu adalah apa yang dirindukan hatiku,
aku menunduk dan memeluk. Ah, aku hanya malu.
Itu saja, tidak lebih.

Aku minta kamu untuk mencintai aku yang kaya akan rasa manis,
semanis wajahmu. Sayangi aku dengan kehangatan,
sehangat senyummu di saat membangunkan pagiku,
sungguh tiada pagi yang lebih indah tanpa senyummu.

Tapi mungkin ketika aku mati nanti, kamu berniat untuk
menimbun kenangan kita. Iya, kita, aku dan kamu.

Aku tidak apa-apa akan hal itu, karena memang aku mencintaimu
tanpa kenangan apapun. Tanpa rasa pahit ataupun manis.

Iya betul, aku mencintaimu, walau tanpa sehelai benang pun.

Terima kasih untuk kamu

Aku Pecandumu - M. F. Riphat